Ladang Berpindah: Tradisi Bertani Ramah Lingkungan Masyarakat Dayak

ladang berpindah, suku dayak, kalimantan barat, kearifan lokal dayak

Ladang berpindah, photo by pixabay


Ladang berpindah, juga dikenal sebagai tebang bakar, adalah sistem pertanian tradisional yang dilakukan dengan cara menebang dan membakar hutan untuk dijadikan ladang. Setelah tanah dibersihkan, berbagai tanaman pangan seperti padi, jagung, atau singkong kemudian ditanam.

Sistem ladang berpindah masih dipraktikkan di beberapa daerah di Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa. Sistem ini umumnya dilakukan oleh masyarakat adat yang tinggal di daerah pedesaan dan memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam. Beberapa daerah di Indonesia yang masih mempraktikkan sistem ladang berpindah salah satunya di Kalimantan seperti Suku Dayak Taman di Desa Melapi 1, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu. Mereka menyebut sistem ladang berpindah mereka "uma' jangga", di mana mereka menanam padi, jagung, ubi jalar, dan kacang tanah. 

Mekanisme Ladang Berpindah

Mekanisme ladang berpindah dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :

1. Pemilihan Lokasi
Masyarakat Dayak memilih lokasi yang memiliki hutan lebat dan tanah yang subur. Mereka biasanya memilih lokasi di daerah perbukitan atau dataran tinggi untuk menghindari banjir. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah akses terhadap sumber air dan kedekatan dengan desa.

2. Pembukaan Lahan
Masyarakat Dayak menebang pohon dan semak belukar di lokasi yang dipilih. Cabang-cabang dan daun pohon biasanya dibiarkan di atas tanah untuk mengering dan kemudian dibakar. Abu dari pembakaran ini berfungsi sebagai pupuk alami untuk menyuburkan tanah.

3. Penanaman
Setelah tanah dibersihkan dan dibakar, masyarakat Dayak mulai menanam berbagai jenis tanaman pangan, seperti padi, jagung, ubi jalar, dan kacang-kacangan. Mereka biasanya menggunakan bibit yang berasal dari panen sebelumnya. Penanaman dilakukan secara manual, menggunakan alat-alat tradisional seperti cangkul dan parang.

4. Pemeliharaan
Masyarakat Dayak melakukan penyiangan dan pemupukan secara berkala untuk menjaga kesehatan tanaman. Mereka juga melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan metode tradisional, seperti pestisida alami yang terbuat dari tumbuhan.

5. Panen
Tanaman padi biasanya dipanen setelah 3-4 bulan setelah ditanam. Jagung, ubi jalar, dan kacang-kacangan dipanen setelah 2-3 bulan setelah ditanam. Hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan sebagian dijual ke pasar.

6. Masa Istirahat
Setelah panen, tanah dibiarkan kosong selama beberapa tahun (biasanya 5-10 tahun) untuk memberi waktu tanah untuk pulih kesuburannya. Selama masa istirahat, vegetasi alami akan kembali tumbuh di lahan tersebut.

7. Pengulangan
Setelah masa istirahat, masyarakat Dayak akan kembali membuka lahan di lokasi yang sama untuk melakukan siklus ladang berpindah lagi.

Tujuan Ladang Berpindah 

  1. Ketersediaan lahan yang luas : Di daerah-daerah tersebut, masih banyak lahan hutan yang belum dimanfaatkan. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk membuka ladang baru setiap beberapa tahun sekali.
  2. Keterbatasan teknologi : Masyarakat di daerah-daerah tersebut umumnya memiliki keterbatasan akses terhadap teknologi pertanian modern. Hal ini menyebabkan mereka masih menggunakan teknik tradisional seperti tebang bakar untuk membuka lahan.
  3. Ketergantungan terhadap alam : Masyarakat di daerah-daerah tersebut memiliki ketergantungan tinggi terhadap alam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sistem ladang berpindah memungkinkan mereka untuk mendapatkan makanan, obat-obatan, dan bahan bangunan dari hutan.
  4. Mempertahankan kesuburan tanah : Sistem ini memungkinkan tanah untuk pulih kesuburannya secara alami.
  5. Meminimalisir penggunaan pupuk dan pestisida : Petani tidak perlu menggunakan banyak pupuk dan pestisida karena tanah masih subur.
  6. Menjaga keanekaragaman hayati : Ladang berpindah biasanya ditanami berbagai jenis tanaman, sehingga dapat membantu menjaga keanekaragaman hayati.

Perbedaan Ladang Berpindah Dulu dan Sekarang

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan antara sistem ladang berpindah yang dilakukan oleh masyarakat Dayak saat ini dengan sistem ladang berpindah yang dilakukan di masa lampau, yaitu :

1. Perubahan Sosial
  • Pertambahan populasi : Di masa lampau, populasi masyarakat Dayak di Kalimantan masih tergolong rendah. Hal ini memungkinkan mereka untuk berpindah dari satu lahan ke lahan lain dengan mudah. Namun, saat ini populasi masyarakat Dayak telah meningkat pesat. Hal ini menyebabkan ketersediaan lahan yang semakin terbatas, sehingga mereka tidak dapat berpindah sesering dulu.
  • Pengaruh budaya luar : Masyarakat Dayak saat ini semakin terpapar dengan budaya luar. Hal ini dapat memengaruhi cara mereka bertani, termasuk sistem ladang berpindah.
  • Perubahan nilai-nilai : Nilai-nilai masyarakat Dayak juga mengalami perubahan seiring waktu. Di masa lampau, masyarakat Dayak lebih menghargai keseimbangan dengan alam. Namun, saat ini nilai-nilai materialisme dan individualisme mulai berkembang, sehingga mereka lebih fokus pada peningkatan produksi pertanian.
2. Perubahan Ekonomi
  • Perkembangan teknologi : Teknologi pertanian telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini memungkinkan masyarakat Dayak untuk menggunakan alat-alat yang lebih modern dan efisien dalam bertani.
  • Ketersediaan pasar : Saat ini, masyarakat Dayak memiliki akses yang lebih mudah ke pasar. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjual hasil panen mereka dan mendapatkan penghasilan tambahan.
  • Perubahan kebijakan pemerintah : Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian. Hal ini dapat memengaruhi cara masyarakat Dayak bertani, termasuk sistem ladang berpindah.
3. Perubahan Lingkungan
  • Deforestasi : Hutan di Kalimantan telah mengalami deforestasi yang luas dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini menyebabkan hilangnya habitat alami bagi tanaman dan hewan, dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah.
  • Perubahan iklim : Perubahan iklim juga dapat memengaruhi sistem ladang berpindah. Pola curah hujan yang tidak menentu dapat mengganggu siklus tanam dan panen.
  • Perubahan-perubahan ini menyebabkan sistem ladang berpindah yang dilakukan oleh masyarakat Dayak saat ini menjadi lebih intensif dan komersial.
Berikut beberapa contoh perbedaan antara sistem ladang berpindah di masa lampau dan saat ini :
  • Masa lampau : Lahan dibuka dengan cara menebang dan membakar pohon secara manual. Tanaman yang ditanam biasanya hanya satu jenis, yaitu padi. Pupuk dan pestisida tidak digunakan. Hasil panen hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
  • Saat ini : Lahan dibuka dengan menggunakan alat-alat modern seperti traktor dan mesin gergaji. Tanaman yang ditanam lebih beragam, termasuk padi, jagung, dan kedelai. Pupuk dan pestisida sering digunakan. Hasil panen dijual ke pasar untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Upaya Meningkatkan Keberlanjutan Ladang Berpindah

  1. Melakukan reforestasi : Hutan yang gundul perlu ditanami kembali untuk menjaga kesuburan tanah dan habitat alami bagi tanaman dan hewan.
  2. Mengembangkan teknik pertanian yang ramah lingkungan : Penggunaan pupuk dan pestisida kimia perlu dikurangi, dan diganti dengan pupuk dan pestisida organik.
  3. Meningkatkan akses terhadap pendidikan dan pelatihan : Masyarakat Dayak perlu diberi akses terhadap pendidikan dan pelatihan tentang pertanian berkelanjutan.
Meskipun sistem ladang berpindah telah mengalami perubahan, sistem ini masih memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Dayak. Sistem ini merupakan bagian dari budaya dan adat istiadat mereka, dan juga membantu mereka untuk menjaga ketahanan pangan. Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan sistem ladang berpindah dapat terus dilestarikan dan memberikan manfaat bagi masyarakat Dayak dan lingkungan.
LihatTutupKomentar
Cancel